| (Fasal) menjelaskan hukum-hukum wala’. | (فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ (الْوَلَاءِ) |
| Wala’ secara bahasa adalah lafadz yang dicetak dari lafadz “al muwalah (saling mengasihi).” Dan secara syara’ adalah waris ashabah sebab hilangnya kepemilikan dari seorang budak yang dimerdekakan. | وَهُوَ لُغَةً مُشْتَقٌّ مِنَ الْمُوَالَاةِ وَشَرْعًا عُصُوْبَةٌ سَبَبُهَا زَوَالُ الْمِلْكِ عَنْ رَقِيْقٍ مُعْتَقٍ |
| Wala’ dengan terbaca panjang adalah termasuk hak sebab memerdekakan. | (وَالْوَلَاءُ) بِالْمَدِّ (مِنْ حُقُوْقِ الْعِتْقِ |
Hukum Wala’
| Hukumnya, maksudnya hukum waris dengan wala’ adalah hukum waris ashabah ketika tidak ada waris ashabah dari jalur nasab. Mengenai makna dari waris ashabah sudah dijelaskan di dalam permasalahan “Faraidl.” | وَحُكْمُهُ) أَيْ حُكْمُ الْإِرْثِ بِالْوَلَاءِ (حُكْمُ التَّعْصِيْبِ عِنْدَ عَدَمِهِ) وَسَبَقَ مَعْنَى التَّعْصِيْبِ فِيْ الْفَرَائِضِ |
| Waris wala’ berpindah dari orang yang memerdekakan kepada orang-orang laki-laki yang mendapatkan waris ashabah dengan dirinya sendiri dari orang yang memerdekakan tersebut, tidak seperti anak perempuan dan saudara perempuan orang yang memerdekakan. | (وَيَنْتَقِلُ الْوَلَاءُ عَنِ الْمُعْتِقِ إِلَى الذُّكُوْرِ مِنْ عَصَبَتِهِ) الْمُتَعَصِّبِيْنَ بِأَنْفُسِهِمْ لاَ كَبِنْتِ الْمُعْتِقِ وَأُخْتِهِ |
| Urutan waris ashabah di dalam wala’ sama seperti urutan waris ashabah di dalam warisan. | (وَتَرْتِيْبُ الْعَصَبَاتِ فِيْ الْوَلَاءِ كَتَرْتِيْبِهِمْ فِيْ الْإِرْثِ) |
| Akan tetapi, menurut pendapat al adhhar, di dalam waris wala’, sesungguhnya saudara laki-laki dan anak laki-lakinya saudara laki-laki orang yang memerdekakan itu lebih didahulukan daripada kakek orang yang memerdekakan. | لَكِنِ الْأَظْهَرُ فِيْ بَابِ الْوَلَاءِ أَنَّ أَخَا الْمُعْتِقِ وَابْنَ أَخِيْهِ مُقَدَّمَانِ عَلَى جَدِّ الْمُعْتِقِ |
| Berbeda dengan yang ada di dalam warisan, maksudnya sebab nasab, maka sesungguhnya saudara laki-laki dan kakek itu bersekutu (tidak ada yang didahulukan). | بِخِلَافِ الْإِرْثِ أَيْ بِالنَّسَبِ فَإِنَّ الْأَخَّ وَالْجَدَّ شَرِيْكَانِ |
| Orang perempuan tidak bisa mendapatkan waris wala’ kecuali dari budak yang ia merdekakan sendiri atau dari anak-anak dan orang-orang yang dimerdekakan oleh budak yang ia merdekakan. | وَلَا تَرِثُ الْمَرْأَةُ بِالْوَلَاءِ إِلَّا مِنْ شَخْصٍ بَاشَرَتْ عِتْقَهُ أَوْ مِنْ أَوْلَادِهِ وَعُتَقَائِهِ |
| Tidak boleh, maksudnya tidak sah menjual dan menghadiahkan wala’. | (وَلَا يَجُوْزُ) أَيْ لَا يَصِحُّ (بَيْعُ الْوَلَاءِ وَلَا هِبَّتُهُ) |
| Kalau demikian, waris wala’ tidak bisa berpindah dari orang yang menghakinya. | وَحِيْنَئِذٍ لَايَنْتَقِلُ الْوَلَاءُ عَنْ مُسْتَحِقِّهِ. |
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Arti Kafir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar