BAB NADZAR

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum nadzar.

(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ (النُّذُوْرِ)
Lafadz “an nudzur” adalah bentuk jama’ dari lafadz “nadzru”. Lafadz “nadzru” dengan menggunakan huruf dzal yang diberi titik satu di atas dan terbaca sukun. Ada yang menghikayahkan dengan dzal yang terbaca fathah. Makna nadzar secara bahasa adalah berjanji dengan kebaikan atau dengan kejelekan.

جَمْعُ نَذْرٍ وَهُوَ بِذَالٍ مُعْجَمَةٍ سَاكِنَةٍ وَحُكِيَ فَتْحُهَا وَمَعْنَاهُ لُغَةً الْوَعْدُ بِخَيْرٍ أَوْ شَرٍّ
Dan secara syara’ adalah menyanggupi perbuatan ibadah yang tidak wajib dengan dalil  syara’.
وَشَرْعًا الْتِزَامُ قُرْبَةٍ غَيْرِ لَازِمَةٍ بِأَصْلِ الشَّرْعِ


Macam-Macam Nadzar

Nadzar ada dua macam :
وَالنَّذْرُ ضَرْبَانِ
Salah satunya adalah nadzar al lajaj dengan membaca fathah huruf awalnya, yang bermakna memperpanjang perseteruan.

أَحَدُهُمَا نَذْرُ اللَّجَّاجِ بِفَتْحِ أَوَّلِهِ وَهُوَ التَّمَادِيْ فِيْ الْخُصُوْمَةِ
Yang dikehendaki dengan nadzar ini adalah nadzar yang mirip yamin dengan gambaran ia menyengaja untuk mencegah dirinya dari sesuatu dan tidak menyengaja untuk melakukan ibadah.
وَالْمُرَادُ بِهَذَا النَّذْرِ أَنْ يَخْرُجَ مَخْرَجَ الْيَمِيْنِ بِأَنْ يَقْصِدَ مَنْعَ نَفْسِهِ مِنْ شَيْئٍ وَلَا يَقْصِدَ الْقُرْبَةَ
Pada nadzar ini maka ia wajib membayar kafarat yamin atau melakukan apa yang telah ia sanggupi dengan mengucapkan nadzar.

وَفِيْهِ كَفَارَةُ يَمِيْنٍ أَوْ مَا الْتَزَمَهُ بِالنَّذْرِ
Nadzar yang kedua adalah nadzar al mujazah, dan ada dua macam :

وَالثَّانِيْ نَذْرُ الْمُجَازَاةِ وَهُوَ نَوْعَانِ
Salah satunya adalah nadzir (orang yang nadzar) tidak menggantungkan nadzarnya pada sesuatu seperti ucapannya pada permulaannya, “hak Allah atas diriku, bahwa aku wajib melakukan puasa atau memerdekakan budak.”
أَحَدُهُمَا أَنْ لَا يُعَلِّقَ النَّاذِرُ عَلَى شَيْئٍ كَقَوْلِهِ ابْتِدَاءً لِلَّهِ عَلَيَّ صَوْمٌ أَوْ عِتْقٌ
Yang kedua adalah nadzir menggantungkan nadzarnya pada sesuatu. Dan mushannif memberi isyarah pada nadzar ini dengan perkataan beliau,

وَالثَّانِيْ أَنْ يُعَلِّقَهُ النَّاذِرُ عَلَى شَيْئٍ وَأَشَارَ لَهُ الْمُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ:
Di dalam nadzar al mujazah, nadzar bisa menjadi wajib pada bentuk nadzar mubah dan nadzar bentuk keta’atan seperti ucapannya, maksudnya ucapan orang yang bernadzar, “jika orang sakitku sembuh,” dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa, “penyakitku” atau, “aku dilindungi dari kejelekan musuhku, maka Allah berhak atas diriku, bahwa aku akan melaksanakan sholat, berpuasa atau bersedekah.”

(وَالنَّذْرُ يَلْزَمُ فِيْ الْمُجَازَاةِ عَلَى) نَذْرٍ (مُبَاحٍ وَطَاعَةٍ كَقَوْلِهِ) أَيِ النَّاذِرِ (إِنْ شَفَى مَرِيْضِيْ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ مَرَضِيْ أَوْ كُفِيْتُ شَرَّ عَدُوِّيْ (فَلِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُصَلِّيَ أَوْ أَصُوْمَ أَوْ أَتَصَدَّقَ
Dari semua itu, maksudnya perkara yang ia nadzari berupa sholat, puasa atau sedekah, maka wajib baginya, maksudnya bagi orang yang bernadzar untuk melaksanakan sesuatu yang sudah layak disebut dengan hal-hal tersebut.
وَيَلْزَمُهُ) أَيِ النَّاذِرَ (مِنْ ذَلِكَ) أَيْ مِمَّا نَذَرَهُ مِنْ صَلَاةٍ أَوْ صَوْمٍ أَوْ صَدَقَةٍ (مَا يَقَعُ عَلَيْهِ الْاِسْمُ)
Yaitu dari sholat, minimalnya dua rakaat.
مِنْ صَلَاةٍ وَأَقَلُّهَا رَكْعَتَانِ
atau puasa, minimalnya adalah sehari.

أَوْ صَوْمٍ وَأَقَلُّهُ يَوْمٌ
Atau sedekah, yaitu minimal sedekah dengan sesuatu yang paling sedikit dari barang-barang yang berharga.
أَوْ صَدَقَةٍ وَهِيَ أَقَلُّ شَيْئٍ مِمَّا يُتَمَوَّلُ
Begitu juga seandainya ia bernadzar akan sedekah dengan harta yang besar sebagaimana yang diungkapkan oleh al Qadli Abu Ath Thayyib.

وَكَذَا لَوْ نَذَرَ التَّصَدُّقَ بِمَالٍ عَظِيْمٍ كَمَا قَالَ الْقَاضِيْ أَبُوْ الطَّيِّبِ
Kemudian mushannif menjelaskan mafhum (pemahaman kebalikan) dari ungkapan beliau di depan yaitu, “nadzar perkara yang mubah”, di dalam perkataan beliau,
ثُمَّ صَرَّحَ الْمُصَنِّفُ بِمَفْهُوْمِ قَوْلِهِ سَابِقًا عَلَى مُبَاحٍ فِيْ قَوْلِهِ.

Nadzar Maksiat, Makruh & Wajib

Tidak ada nadzar di dalam perkara maksiat, maksudnya tidak sah nadzar perkara maksiat, seperti ucapan seseorang, “jika aku membunuh fulan dengan tanpa alasan yang benar, maka Allah berhak atas ini pada diriku.”
(وَلَا نَذْرَ فِيْ مَعْصِيَةٍ) أَيْ لَا يَنْعَقِدُ نَذْرُهَا (كَقَوْلِهِ إِنْ قَتَلْتُ فُلَانًا) بِغَيْرِ حَقٍّ (فَلِلَّهِ عَلَيَّ كَذَا)
Dengan bahasa “maksiat”, mengecuali-kan nadzar perkara yang makruh seperti nadzarnya seseorang yang akan melakukan puasa sepanjang tahun.
وَخَرَجَ بِالْمَعْصِيَةِ نَذْرُ الْمَكْرُوْهِ كَنَذْرِ شَخْصٍ صَوْمَ الدَّهْرِ
Maka nadzar perkara yang makruh tersebut hukumnya sah  dan wajib baginya untuk memenuhi nadzarnya.
فَيَنْعَقِدُ نَذْرُهُ وَيَلْزَمُهُ الْوَفَاءُ بِهِ
Dan juga tidak sah  nadzar perkara fardlu ‘ain seperti sholat lima waktu.

وَلَا يَصِحُّ أَيْضًا نَذْرُ وَاجِبٍ عَلَى الْعَيْنِ كَالصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ
Adapun nadzar perkara yang fardlu kifayah, maka wajib baginya untuk memenuhi nadzarnya sebagaimana indikasi dari ungkapan kitab ar Raudlah dan kitab asalnya ar Raudlah.

أَمَّا الْوَاجِبُ عَلَى الْكِفَايَةِ فَيَلْزَمُهُ كَمَا يَقْتَضِيْهِ كَلَامُ الرَّوْضَةِ وَأَصْلِهَا.
Tidak wajib, maksudnya tidak sah  nadzar untuk meninggalkan atau melakukan perkara yang mubah.

(وَلَا يَلْزَمُ النَّذْرُ) أَيْ لَايَنْعَقِدُ (عَلَى تَرْكِ مُبَاحٍ) أَوْ فِعْلِهِ
Yang pertama adalah seperti ucapan seseorang, “aku tidak akan memakan daging, tidak akan meminum susu” dan contoh-contoh sesamanya dari perkara-perkara yang mubah seperti ucapannya, “aku tidak akan memakai ini.”

فَالْأَوَّلُ (كَقَوْلِهِ لَا آكُلُ لَحْمًا وَلَا أَشْرُبُ لَبَنًا وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ) مِنَ الْمُبَاحِ كَقَوْلِهِ لَا أَلْبَسُ كَذَا
Yang kedua adalah seperti, “aku akan memakan ini, dan aku akan meminum ini.”
وَالثَّانِيْ نَحْوُ آكُلُ كَذَا وَأَشْرُبُ كَذَا
Kosekwensi nadzar

Ketika seseorang melanggar nadzar perkara yang mubah, maka wajib baginya untuk membayar kafarat yamin menurut pendapat ar rajih menurut pendaat al Baghawi dan diikuti oleh kitab al Muharrar dan kitab al Minhaj.
وَإِذَا خَالَفَ النَّذْرَ الْمُبَاحَ لَزِمَهُ كَفَارَةُ يَمِيْنٍ عَلَى الرَّاجِحِ عِنْدَ الْبَغَوِيْ وَتَبِعَهُ الْمُحَرَّرُ وَالْمِنْهَاجُ
Akan tetapi indikasi dari ungkapan kitab ar Raudlah dan kitab asalnya adalah tidak wajib.
لَكِنْ قَضِيَّةُ كَلَامِ الرَّوْضَةِ وَأَصْلِهَا عَدَمُ اللُّزُوْمِ

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

Baca juga artikel kami lainnya :  Arti Kafir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar