(Fasal) menjelaskan hukum-hukum ummu walad. | (فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ أُمَّهَاتِ الْأَوْلَادِ |
Ketika sang majikan, baik islam atau kafir, menjima’ budak perempuannnya, walapun saat haidl, mahramnya, telah dinikahkan dengan orang lain, atau tidak sampai dijima’ akan tetapi si budak memasukkan penis atau sperma sang majikan yang muhtaram, kemudian si budak melahirkan bayi yang hidup, mati atau janin yang wajib diberi ganti rugi budak yaitu janin yang berupa daging yang sudah nampak bentuk anak Adam pada janin tersebut, dalam sebagian redaksi “dari bentuk anak Adam” bagi setiap orang atau bagi wania-wanita ahli khubrah, dan dengan melahirkan apa yang telah disebutkan tersebut si budak berstatus mustauladah bagi sang majikan, maka kalau demikian haram bagi sang majikan untuk menjualnya sekaligus juga batal. | (وَإِذَا أَصَابَ) أَيْ وَطِئَ (السَّيِّدُ) مُسْلِمًا كَانَ أَوْ كَافِرًا (أَمَّتَهُ) وَلَوْ كَانَتْ حَائِضًا أَوْ مَحْرَمًا لَهُ أَوْ مُزَوَّجَةً أَوْ لَمْ يُصِبْهَا وَلَكِنِ اسْتَدْخَلَتْ ذَكَرَهُ أَوْ مَاءَهُ الْمُحْتَرَمَ (فَوَضَعَتْ) حَيًّا أَوْ مَيِّتًا أَوْ مَا يَجِبُ فِيْهِ غُرَّةٌ وَهُوَ (مَا) أَيْ لَحْمٌ (تَبَيَّنَ فِيْهِ شَيْئٌ مِنْ خَلْقِ آدَمِيٍّ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ مِنْ خَلْقِ الْآدَمِيِّيْنَ لِكُلِّ أَحَدٍ أَوْ لِأَهْل ِالْخُبْرَةِ مِنَ النِّسَاءِ وَيَثْبُتُ بِوَضْعِهَا مَا ذُكِرَ كَوْنُهَا مُسْتَوْلَدَةً لِسَيِّدِهَا وَحِيْنَئِذٍ (حَرُمَ عَلَيْهِ بَيْعُهَا) مَعَ بُطْلَانِهِ أَيْضًا |
Kecuali dijual pada si budak itu sendiri, maka hukumnya tidak haram dan tidak batal. | إِلَّا مِنْ نَفْسِهَا فَلَا يَحْرُمُ وَلَا يَبْطُلُ |
Bagi sang majikan juga haram untuk menggadaikan, menghibahkan dan mewasiatkannya. | (وَ) حَرُمَ عَلَيْهِ أَيْضًا (رَهْنُهَا وَهِبَّتُهَا) وَالْوَصِيَّةُ بِهَا |
Bagi sang majikan diperkenankan memanfaatkan si budak sebagai pelayan, dijima’, disewakan dan dipinjamkan. | (وَجَازَ لَهُ التَّصَرُّفُ فِيْهَا بِالْاِسْتِخْدَامِ وَالْوَطْءِ) وَ بِالْإِجَارَةِ وَالْإِعَارَةِ |
Bagi sang majikan juga berhak menerima ganti rugi dari luka yang dilakukan pada si budak dan anak-anaknya yang mengikut pada si budak, dan berhak mendapatkan ganti rugi harga si budak ketika ia dibunuh dan harga anak-anaknya ketika mereka dibunuh. | وَلَهُ أَيْضًا أُرْشُ جِنَايَةٍ عَلَيْهَا وَعَلَى أَوْلَادِهَا التَّابِعِيْنَ لَهَا وَقِيْمَتُهَا إِذَا قُتِلَتْ وَقِيْمَتُهُمْ إِذَا قُتِلُوْا |
Dan diperkenankan menikahkannya tanpa seizin darinya kecuali ketika sang majikan orang kafir dan si budak adalah wanita muslim, maka ia tidak bisa untuk menikahkannya. | وَتَزْوِيْجُهَا بِغَيْرِ إِذْنِهَا إِلَّا إِذَاكَانَ السَّيِّدُ كَافِرًا وَهِيَ مُسْلِمَةٌ فَلَا يُزَوِّجُهَا. |
Ketika sang majikan meninggal dunia walaupun sebab dibunuh oleh si budak, maka budak tersebut merdeka dan dikeluarkan dari seluruh harta peninggalan majikannya (tidak dari sepertiganya saja), begitu juga anak-anaknya merdeka sebelum melunasi hutang-hutang yang menjadi tanggungan sang majikan dan wasiat-wasiat yang telah diwasiatkannya. | (وَإِذَا مَاتَ السَّيِّدُ) وَلَوْ بِقَتْلِهَا لَهُ (عَتَقَتْ مِنْ رَأْسِ مَالِهِ) وَكَذَا عَتَقَ أَوْلَادُهَا (قَبْلَ) دَفْعِ (الدُّيُوْنِ) الَّتِيْ عَلَى السَّيِّدِ (وَالْوَصَايَا) الَّتِيْ أَوْصَى بِهَا |
Anaknya maksudnya budak mustauladah dari selain majikannya, dengan arti setelah menjadi mustauladah, si budak melahirkan anak dari suaminya atau dari zina, hukumnya seperti ibunya. | (وَوَلَدُهَا) أَيِ الْمُسْتَوْلَدَةِ (مِنْ غَيْرِهِ) أَيْ غَيْرِ السَّيِّدِ بِأَنْ وَلَدَتْ بَعْدَ اسْتِيْلَادِهَا وَلَدًا مِنْ زَوْجٍ أَوْ مِنْ زِنًا (بِمَنْزِلَتِهَا) |
Kalau demikian, maka anak yang dilahirkan adalah milik sang majikan dan akan merdeka sebab kematian sang majikan. | وَحِيْنَئِذٍ فَالْوَلَدُ الَّذِيْ وَلَدَتْهُ لِلسَّيِّدِ يَعْتِقُ بِمَوْتِهِ |
Barang siapa menjima’ budak perempuan orang lain dengan cara nikah atau zina dan membuatnya hamil kemudian si budak melahirkan anak darinya, maka anak tersebut milik majikan si budak. | (وَمَنْ أَصَابَ) أَيْ وَطِئَ (أَمَّةَ غَيْرِهِ بِنِكَاحٍ) أَوْ زِنًا وَأَحْبَلَهَا فَوَلَدَتْ مِنْهُ (فَوَلَدُهُ مِنْهَا مَمْلُوْكٌ لِسَيِّدِهَا) |
Adapun seandainya ada seseorang yang ditipu dengan status merdekanya budak wanita, kemudian orang tersebut menyebabkan si budak melahirkan anak, maka anak tersebut menjadi merdeka, dan bagi orang yang tertipu tersebut harus mengganti harga sang anak kepada majikan budak perempuan itu. | أَمَّا لَوْ غُرَّ شَخْصٌ بِحُرِّيِّةِ أَمَّةٍ فَأَوْلَدَهَا فَالْوَلَدُ حُرٌّ وَعَلَى الْمَغْرُوْرِ قِيْمَتُهُ لِسَيِّدِهَا. |
Jika seseorang menjima’nya, maksudnya budak wanita orang lain dengan cara syubhat yang dinisbatkan pada si pelaku seperti ia menyangka bahwa sesungguhnya budak itu adalah budaknya atau istrinya yang merdeka, maka anak yang lahir dari budak wanita tersebut adalah merdeka. | (وَإِنْ أَصَابَهَا) أَيْ أَمَّةَ غَيْرِهِ (بِشُبْهَةٍ) مَنْسُوْبَةٍ لِلْفَاعِلِ كَظَنِّهِ أَنَّهَا أَمَّتَهُ أَوْ زَوْجَتَهُ الْحُرَّةَ (فَوَلَدُهُ مِنْهَا حُرٌّ |
Dan bagi orang tersebut harus mengganti harga si anak kepada majikan si budak, dan budak perempuan tersebut tidak menjadi ummu walad untuk saat itu tanpa ada perbedaan di antara ulama’. | وَعَلَيْهِ قِيْمَتُهُ لِلسَّيِّدِ) وَلَا تَصِيْرُ أُمَّ وَلَدٍ فِيْ الْحَالِ بِلَا خِلَافٍ |
Jika orang yang telah menjima’ budak perempuan dengan jalan pernikahan telah memiliki budak tersebut yang telah ditalak setelah itu, maka si budak tidak menjadi ummu walad sebab jima’ yang dilakukan dalam pernikahan sebelumnya. | (وَإِنْ مَلَكَ) الْوَاطِئُ بِالنِّكَاحِ (الْأَمَّةَ الْمُطَلَّقَةَ بَعْدَ ذَلِكَ لَمْ تَصِرْ أُمَّ وَلَدٍ لَهُ بِالْوَطْءِ فِيْ النِّكَاحِ) السَّابِقِ |
Dan budak tersebut menjadi ummu walad sebab dijima’ dengan syubhat sebelumnya menurut salah satu dari dua pendapat. | (وَصَارَتْ أُمَّ وَلَدٍ لَهُ بِالْوَطْءِ بِالشُّبْهَةِ عَلَى أَحَدِ الْقَوْلَيْنِ) |
Sedangkan menurut pendapat kedua, budak wanita tersebut tidak menjadi ummu walad bagi si majikan. Dan ini adalah pendapat yang unggul di dalam madzhab. | وَالْقَوْلُ الثَّانِيْ لَا تَصِيْرُ أُمَّ وَلَدٍ لَهُ وَهُوَ الرَّاجِحُ فِيْ الْمَذْهَبِ |
وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَاب
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Arti Mukmin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar