BAB PENCURIAN

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum memotong anggota badan pencuri.
(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ (قَطْعِ السَّرِقَةِ)
Sariqah secara bahasa adalah megambil harta dengan sembunyi-sembunyi.

وَهِيْ لُغَةً أَخْذُ الْمَالِ خُفْيَةً
Dan secara syara’ adalah mengambil harta dengan sembunyi-sembunyi secara dhalim dari hirzi mitsli-nya (tempat penyimpannya barang yang sesamanya).
وَشَرْعًا أَخْذُهُ خُفْيَةً ظُلْمًا مِنْ حِرْزِ مِثْلِهِ


Syarat Orang Yang Mencuri

Tangan si pencuri berhak dipotong dengan tiga syarat. Dalam sebagian redaksi, “dengan enam syarat.”

(وَتُقْطَعُ يَدُّ السَّارِقِ بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ بِسِتِّ شَرَائِطَ
Yaitu, si pencuri adalah orang yang sudah baligh, berakal, dan atas kemauan sendiri, baik dia orang islam atau orang kafir dzimmi.
(أَنْ يَكُوْنَ) السَّارِقُ (بَالِغًا عَاقِلًا) مُخْتَارًا مُسْلِمًا كَانَ أَوْ ذِمِّيًا
Sehingga tidak ada hukum potong tangan terhadap anak kecil, orang gila, dan orang yang dipaska.

فَلَا قَطْعَ عَلَى صَبِيٍّ وَمَجْنُوْنٍ وَمُكْرَهٍ
Tangan orang islam dan orang kafir dzimmi berhak dipotong sebab mencuri harta orang muslim atau orang kafir dzimmi.

وَيُقْطَعُ يَدُّ مُسْلِمٍ وَذِمَّيٍّ بِمَالِ مُسْلِمٍ وَذِمَّيٍ
Adapun orang kafir mu’ahad, maka tidak ada hukum potong tangan atas dirinya menurut pendapat al adhhar.
وَأَمَّا الْمُعَاهَدُ فَلَا قَطْعَ عَلَيْهِ فِيْ الْأَظْهَرِ
Apa yang telah disebutkan di depan adalah syarat orang yang mencuri.
وَمَا تَقَدَّمَ شَرْطٌ فِيْ السَّارِقِ

Syarat Barang Yang di Curi

Mushannif menyebutkan syarat hukum potong tangan ditinjau dari barang yang dicuri di dalam perkataan beliau,

وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ شَرْطَ الْقَطْعِ بِالنَّظَرِ لِلْمَسْرُوْقِ فِيْ قَوْلِهِ.
Pelaku mencuri barang yang telah mencapai nishab sariqah, yang harganya telah mencapai seperempat dinar, maksudnya dinar murni cetakan, atau mencuri barang campuran dengan emas yang mana kadar emas murninya telah mencapai seperempat dinar cetakan atau seharga dengan itu, dari tempat penyimpanan barang sesamanya.

(وَأَنْ يَسْرِقَ نِصَابًا قِيْمَتُهُ رُبُعُ دِيْنَارٍ) أَيْ خَالِصًا مَضْرُوْبًا أَوْ يَسْرِقَ قَدْرًا مَغْشُوْشًا يَبْلُغُ خَالِصُهُ رُبُعَ دِيْنَارٍ مَضْرُوْبًا أَوْ قِيْمَتَهُ (مِنْ حِرْزِ مِثْلِهِ)
Jika barang yang dicuri berada di area bebas (shahra’), masjid, atau jalan, maka di dalam penjagaannya disyaratkan selalu diperhatikan.

فَإِنْ كَانَ الْمَسْرُوْقُ بِصَحْرَاءَ أَوْ مَسْجِدٍ أَوْ شَارِعٍ اشْتُرِطَ فِيْ إِحْرَازِهِ دَوَامُ اللِّحَاظِ
Jika barang yang dicuri berada di dalam gedung seperti rumah, maka cukup pengawasaan yang biasa dilakukan pada barang sesamanya.

وَإِنْ كَانَ بِحِصْنٍ كَبَيْتٍ كَفَى لِحَاظٌ مُعْتَادٌ فِيْ مِثْلِهِ
Pakaian dan barang yang diletakkan seseorang di dekatnya di area bebas semisal, jika ia mengawasi dengan memandang pada barang tersebut waktu demi waktu, dan di sana tidak dalam keadaan berdesakan, maka barang tersebut dianggap berada di tempat penjagaan semestinya. Jika tidak demikian, maka belum terjaga di tempat yang semestinya.

وَثَوْبٌ وَمَتَاعٌ وَضَعَهُ شَخْصٌ بِقُرْبِهِ بِصَحْرَاءَ مَثَلًا إِنْ لَاحَظَهُ بِنَظَرِهِ لَهُ وَقْتًا فَوَقْتًا وَلَمْ يَكُنْ هُنَاكَ اِزْدِحَامُ طَارِقِيْنَ فَهُوَ مُحَرَّزٌ وَإِلاَّ فَلَا
Syarat orang yang mengawasi adalah ia mampu mencegah pencuri.

وَشَرْطُ الْمُلَاحِظِ قُدْرَتُهُ عَلَى مَنْعِ السَّارِقِ
Di antara syarat-syarat barang yang dicuri adalah sesuatu yang disebutkan oleh mushannif di dalam perkataan beliau,
وَمِنْ شُرُوْطِ الْمَسْرُوْقِ مَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ فِيْ قَوْلِهِ
Tidak ada hak milik dan tidak ada syubhat bagi si pencuri di dalam hartanya orang yang ia curi.

(لَا مِلْكَ لَهُ فِيْهِ وَلَا شُبْهَةَ) أَيْ لِلسَّارِقِ (فِيْ مَالِ الْمَسْرُوْقِ مِنْهُ)
Sehingga tidak ada hukum potong tangan sebab mencuri harta orang tua dan anak si pencuri. Dan tidak juga sebab seorang budak mencuri harta majikannya.
فَلَا قَطْعَ بِسَرِقَةِ مَالِ أَصْلٍ وَفَرْعٍ لِلسَّارِقِ وَلَا بِسَرِقَةِ رَقِيْقٍ مَالَ سَيِّدِهِ.

Proses Hukuman

Tangan kanan si pencuri di potong dari persendian pergelangan tangan setelah memisahkannya dengan tali yang ditarik dengan keras.

(وَتُقْطَعُ) مِنَ السَّارِقِ (يَدُّهُ الْيُمْنَى مِنْ مَفْصَلِ الْكُوْعِ) بَعْدَ خَلْعِهَا مِنْهُ بِحَبْلٍ يُجَرُّ بِعَنْفٍ
Tangan kanan dipotong pada pencurian pertama.
وَإِنَّمَا تُقْطَعُ الْيُمْنَى فِيْ السَّرِقَةِ الْأُوْلَى
Kemudian, jika pelaku mencuri yang kedua setelah tangan kanannya dipotong, maka kaki kirinya dipotong dengan besi yang tajam sekali tebas setelah memisahkannya dari persendian telapak kaki.
(فَإِنْ سَرِقَ ثَانِيًا) بَعْدَ قَطْعِ الْيُمْنَى (قُطِعَتْ رِجْلُهُ الْيُسْرَى) بِحَدِيْدَةٍ مَاضِيَّةٍ دَفْعَةً وَاحِدَةً بَعْدَ خَلْعِهَا مِنْ مَفْصَلِ الْقَدَمِ
Kemudian, jika ia mencuri untuk ketiga kalinya, maka tangan kirinya dipotong setelah memisahkannya dari persendian.

(فَإِنْ سَرِقَ ثَالِثًا قُطِعَتْ يَدُّهُ الْيُسْرَى) بَعْدَ خَلْعِهَا.
Kemudian jika ia mencuri untuk ke empat kalinya, maka kaki kanannya dipotong setelah memisahkannya dari persendian telapak kaki sebagaimana yang dilakukan pada kaki kirinya.

(فَإِنْ سَرِقَ رَابِعًا قُطِعَتْ رِجْلُهُ الْيُمْنَى) بَعْدَ خَلْعِهَا مِنْ مَفْصَلِ الْقَدَمِ كَمَا فُعِلَ بِالْيُسْرَى 
Tempat bekas potongan dimasukkan ke miyak zait atau minyak yang mendidih.

وَيُغْمَسُ مَحَلُّ الْقَطْعِ بِزِيْتٍ أَوْ دُهْنٍ مَغْلِيٍّ
Kemudian jika setelah itu, maksudnya setelah yang ke empat, ia mencuri lagi, maka ia berhak dita’zir. Ada yang mengatakan bahwa ia dihukum mati dengan cara pelan-pelan.

(فَإِنْ سَرِقَ بَعْدَ ذَلِكَ) أَيْ بَعْدَ الرَّابِعَةِ (عُزِّرَ وَقِيْلَ يُقْتَلُ صَبْرًا)
Hadits yang menjelaskan perintah membunuh pencuri pada pencurian yang kelima telah di-Nusakh.
وَحَدِيْثُ الْأَمْرِ بِقَتْلِهِ فِيْ الْمَرَّةِ الْخَامِسَةِ مَنْسُوْخٌ

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

Baca juga artikel kami lainnya :  Sifat Dasar Manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar