BAB BUGHAT (PEMBERONTAK)

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum bughat.

(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ (الْبُغَاةِ)
Bughat adalah sekelompok orang muslim yang menentang imam yang adil.

وَهُمْ فِرْقَةٌ مُسْلِمُوْنَ مُخَالِفُوْنَ لِلْإِمَامِ الْعَادِلِ
Bentuk kalimat mufradnya lafadz “bughat” adalah “baghin” dari masdar “al baghyi” yang mempunyai arti perbuatan dhalim.
وَمُفْرَدُ الْبُغَاةِ بَاغٍ مِنَ الْبَغْيْ وَهُوَ الظُّلْمُ

 
Cara Mengatasi Bughat

Para pemberontak berhak diperangi, maksudnya imam berhak memerangi mereka dengan  tiga syarat. Lafadz “yuqatalu” dengan membaca fathah huruf sebelum yang terakhir.

(وَيُقَاتَلُ) بِفَتْحِ مَا قَبْلَ آخِرِهِ (أَهْلُ الْبَغْيِ) أَيْ يُقَاتِلُهُمُ الْإِمَامُ(بِثَلَاثِ شَرَائِطَ)
Salah satunya adalah mereka mempunyai kekuatan.

أَحَدُهَا (أَنْ يَكُوْنُوْا فِيْ مَنَعَةٍ)
Dengan gambaran mereka memiliki kemampuan menyerang dengan kekuatan, pasukan dan pemimpin yang dipatuhi oleh mereka, walaupun panutan tersebut bukan orang yang mereka angkat sebagai imam.

بِأَنْ يَكُوْنَ لَهُمْ شَوْكَةٌ بِقُوَّةٍ وَعَدَدٍ وَبِمُطَاعٍ فِيْهِمْ وَإِنْ لَمْ يَكُنِ الْمُطَاعُ إِمَامًا مَنْصُوْبًا
Sekira dalam mengembalikan mereka untuk patuh pada pemerintahan yang sah, imam yang adil butuh berusaha keras dengan mengeluarkan biaya dan mengerahkan pasukan.

بِحَيْثُ يَحْتَاجُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ فِيْ رَدِّهِمْ لِطَاعَتِهِ إِلَى كُلْفَةٍ مِنْ بَذْلِ مَالٍ وَتَحْصِيْلِ رِجَالٍ
Sehingga jika pemberontak itu hanya segelintir orang yang mudah untuk ditaklukkan, maka mereka bukan dinamakan bughat.

فَإِنْ كَانُوْا أَفْرَادًا يَسْهُلُ ضَبْطُهُمْ فَلَيْسُوْا بُغَاةً
Yang kedua, mereka keluar dari kekuasaan imam yang adil.

(وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَخْرُجُوْا عَنْ قَبْضَةِ الْإِمَامِ الْعَادِلِ
Adakalanya dengan tidak patuh padanya, atau mencegah hak yang tertuju pada mereka.

إِمَّا بِتَرْكِ الْاِنْقِيَادِ لَهُ أَوْ بِمَنْعِ حَقٍّ تَوَجَّهَ عَلَيْهِمْ
Baik hak tersebut berupa harta atau yang lainnya seperti had dan qishash.

سَوَاءٌ كَانَ الْحَقُّ مَالِيًّا أَوْ غَيْرَهُ كَحَدٍّ وَقِصَاصٍ .  
Yang ketiga mereka, maksudnya bughat, memiliki alasan mendasar, maksudnya masih bisa diterima sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian al ashhab.
(وَ) الثَّالِثُ (أَنْ يَكُوْنَ لَهُمْ) أَيْ لِلْبُغَاةِ (تَأْوِيْلٌ سَائِغٌ) أَيْ مُحْتَمِلٌ كَمَا عَبَّرَ بِهِ بَعْضُ الْأَصْحَابِ
Seperti tuntutan ahli Shiffin atas nyawa Sayidina Utsman Ra karena mereka menyaqini bahwa sesungguhnya Sayidina ‘Ali Ra mengetahui orang yang membunuh Sayidina ‘Utsman.

كَمُطَالَبَةِ أَهْلِ صِفِّيْنَ بِدَمِّ عُثْمَانَ حَيْثُ اعْتَقَادُوْا أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَعْرِفُ مَنْ قَتَلَ عُثْمَانَ
Sehingga, jika alasan mereka sudah dipastikan salah, maka alasannya tidak bisa dianggap, bahkan dia adalah orang yang menentang kebenaran.

فَإِنْ كَانَ التَّأْوِيْلُ قَطْعِيَّ الْبُطْلَانِ لَمْ يُعْتَبَرْ بَلْ صَاحِبُهُ مُعَانِدٌ
Bagi imam tidak diperkenankan memerangi bughat kecuali setelah mengutus seseorang yang dapat dipercaya dan cerdas pada mereka untuk menanyakan apa sebenarnya yang membuat mereka tidak suka.

وَلَا يُقَاتِلُ الْإِمَامُ الْبُغَاةَ حَتَّى يَبْعَثَ إِلَيْهِمْ رَسُوْلًا أَمِيْنًا فَطَنًا يَسْأَلُهُمْ مَا يَكْرَهُوْنَهُ
Kemudian, jika mereka mengatakan pada utusan tersebut suatu bentuk kedhaliman yang menjadi penyebab mereka tidak mau patuh terhadap sang imam, maka imam harus menghilangkannya.

فَإِنْ ذَكَرُوْا لَهُ مَظْلَمَةً هِيَ السَّبَبُ فِيْ امْتِنَاعِهْمِ عَنْ طَاعَتِهِ أَزَالَهَا
Dan jika mereka tidak menyebutkan sesuatu, atau mereka tetap tidak mau kembali patuh setelah bentuk kedhaliman tersebut dihilangkan, maka sang menasihati mereka, kemudian memberitahukan bahwa mereka akan diperangi.

وَإِنْ لَمْ يَذْكُرُوْا شَيْئًا أَوْ أَصَرُّوْا بَعْدَ إِزَالَةِ الْمَظْلَمَةِ عَلَى الْبَغْيِ نَصَحَهُمْ ثُمَّ أَعْلَمَهُمْ بِالْقِتَالِ.
Tawanan dari pihak bughat tidak boleh dibunuh.

(وَلَا يَقْتُلُ أَسِيْرَهُمْ) أَيِ الْبُغَاةِ
Namun, ketika ada seorang adil yang membunuhnya, maka tidak ada beban dlamman baginya menurut pendapat al ashah.

فَإِنْ قَتَلَهُ شَخْصٌ عَادِلٌ فَلَا قِصَاصَ عَلَيْهِ فِيْ الْأَصَحِّ
Tawanan dari mereka tidak boleh dilepaskan walaupun berupa anak kecil atau wanita kecuali peperangan telah selesai dan pasukan mereka bercerai berai.

وَلَايُطْلَقُ أَسِيْرُهُمْ وَإِنْ كَانَ صَبِيًّا أَوِ امْرَأَةً حَتَّى تَنْقَضِيَ الْحَرْبُ وَيَتَفَرَّقَ جَمْعُهُمْ
Kecuali jika tawanan mereka mau tunduk atas kemauan sendiri dengan mengikuti sang imam.

إِلَّا أَنْ يُطِيْعَ أَسِيْرُهُمْ مُخْتَارًا بِمُتَبَاعَتِهِ لِلْإِمَامِ
Dan harta mereka tidak boleh dijarah.
(وَلَا يُغْنَمُ مَالُهُمْ)
Senjata dan kendaraan mereka dikembalikan pada mereka setelah pertempuran selesai dan serangan mereka sudah dirasa aman sebab mereka bercerai berai atau telah kembali taat kepada imam.

وَيُرَدُّ سِلَاحُهُمْ وَخَيْلُهُمْ إِلَيْهِمْ إِذَا انْقَضَى الْحَرْبُ وَأَمِنَتْ غَائِلَتُهُمْ بِتَفَرِّقِهِمْ أَوْ رَدِّهِمْ لِلطَّاعَةِ
Mereka tidak boleh diperangi dengan senjata berat seperti api dan manjaniq.

وَلَا يُقَاتَلُوْنَ بِعَظِيْمٍ كَنَارٍ وَمَنْجَنِيْقٍ
Kecuali karena keadaan dlarurat, maka mereka boleh diperangi dengan alat-alat tersebut seperti mereka memerangi kita dengan alat tersebut atau mengepung kita.

إِلَّا لِضَرُوْرَةٍ فَيُقَاتَلُوْنَ بِذَلِكَ كَأَنْ قَاتَلُوْنَا بِهِ أَوْ أَحَاطُوْا بِنَا
Korban luka mereka tidak boleh dihabisi sekalian. Tadzfif adalah menyempurnakan pembunuhan dan menyegerahkan.
(وَلَا يُذَفِّفُ عَلَى جَرِيْحِهِمْ) وَالتَّذْفِيْفُ تَتْمِيْمُ الْقَتْلِ وَتَعْجِيْلُهُ .

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

Baca juga artikel kami lainnya :  Sifat Dasar Manusia

BAB SHIYAL

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum shiyal dan kerusakan yang dilakukan binatang.

(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ (الصِّيَالِ) وَإِتْلَافِ الْبَهَائِمِ
Barang siapa hendak disakiti badan, harta, atau wanitanya, semisal ada seseorang yang hendak berbuat jahat padanya, ia hendak membunuhnya, mengambil hartanya walaupuN hanya sedikit, atau menodahi wanitanya, kemudian ia mempertahankan diri, harta atau wanitanya, dan ia membunuh orang yang melakukan hal tersebut karena untuk menolak kejahatannya, maka bagi dia tidak wajib memberi ganti rugi dengan qishash, diyat dan tidak juga dengan kafarat.

(وَمَنْ قُصِدَ) بِضَمِّ أَوَّلِهِ (بِأذًى فِيْ نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ أَوْ حَرِيْمِهِ) بِأَنْ صَالَ عَلَيْهِ شَخْصٌ يُرِيْدُ قَتْلَهُ أَوْ أَخْذَ مَالِهِ وَإِنْ قَلَّ أَوْ وَطْءَ حَرِيْمِهِ (فَقَاتَلَ عَنْ ذَلِكَ) أَيْ عَنْ نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ أَوْ حَرِيْمِهِ (وَقَتَلَ) الصَّائِلَ عَلَى ذَلِكَ دَفْعًا لِصِيَالِهِ (فَلَاضَمَانَ عَلَيْهِ) بِقِصَاصٍ وَلَا دِيَةَ وَلَا كَفَارَةٍ
Orang yang naik binatang tunggangan, baik ia adalah pemiliknya, meminjam, menyewa atau mengghasabnya, maka dia wajib mengganti barang yang telah dirusak oleh tunggangannya.

(وَعَلَى رَاكِبِ الدَّابَةِ) سَوَاءٌ كَانَ مَالِكَهَا أَوْ مُسْتَعِيْرَهَا أَوْ مُسْتَأْجِرَهَا أَوْ غَاصِبَهَا (ضَمَانُ مَا أَتْلَفَتْهُ دَابَتُهُ)
Baik kerusakan tersebut dengan kaki depan, kaki belakang atau yang lainnya.

سَوَاءٌ كَانَ الْإِتْلَافُ بِيَدِّهَا أَوْ رِجْلِهَا أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ
Seandainya tunggangannya kencing atau berak di jalan kemudian hal itu menyebabkan nyawa atau harta menjadi rusak, maka tidak ada beban ganti rugi pada dirinya.
وَلَوْ بَالَتْ أَوْ رَاثَتْ بِطَرِيْقٍ فَتَلِفَ بِذَلِكَ نَفْسٌ أَوْ مَالٌ فَلَا ضَمَانَ .  

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

Baca juga artikel kami lainnya :  Sifat Dasar Manusia

BAB BEGAL JALANAN

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum qathi’ ath thariq.
(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ (قَاطِعِ الطَّرِيْقِ)
Disebut demikian karena manusia enggan melewati jalan sebab takut padanya.

وَسُمِّيَ بِذَلِكَ لِامْتِنَاعِ النَّاسِ مِنْ سُلُوْكِ الطَّرِيْقِ خَوْفًا مِنْهُ
Qathi’ ath thariq adalah orang islam mukallaf yang memiliki kekuatan.

وَهُوَ مُسْلِمٌ مُكَلَّفٌ لَهُ شَوْكَةٌ
Maka tidak disyaratkan harus laki-laki atau lebih dari satu.

فَلَا يُشْتَرَطُ فِيْهِ ذُكُوْرَةٌ وَلَا عَدَدٌ
Dengan bahasa “qathi’ ath thariq’”,  mengecualikan penjambret yang mengincar rombongan yang paling belakang dan mengandalkan lari.
فَخَرَجَ بِقَاطِعِ الطَّرِيْقِ الْمُخْتَلِسُ الَّذِى يَتَعَرَّضُ لِأَخِرْ الْقَافِلَةِ ويَعْتَمِدُ الْهَرَبَ


Macam-Macam Begal

Qathi’ ath thariq ada empat bagian.
(وَقُطَّاعُ الطَّرِيْقِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ(
Yang pertama disebutkan di dalam perkataan mushannif, “jika mereka (para begal) membunuh orang sepadan, maksudnya dengan sengaja dan dhalim, dan tidak mengambil harta, maka mereka harus dihukum mati.

الْأَوَّلُ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِهِ (إِنْ قَتَلُوْا) أَيْ عَمْدًا عُدْوَانًا مَنْ يُكَافِئُوْهُ (وَلَمْ يَأْخُذُوْا الْمَالَ قُتِلُوْا) حَتْمًا
Dan jika mereka membunuh dengan tidak sengaja, syibh ‘amdin atau membunuh orang yang tidak sepadan, maka mereka tidak dihukum mati.

وَإِنْ قَتَلُوْا خَطَأً أَوْ شِبْهَ عَمْدٍ أَوْ مَنْ لَمْ يُكَافِئُوْهُ لَمْ يُقْتَلُوْا
Yang kedua disebutkan di dalam perkataan mushannif, “jika mereka membunuh dan mengambil harta, maksudnya harta yang mencapai nishab sariqah atau lebih, maka mereka harus dihukum mati dan disalib di atas kayu dan sesamnya, akan tetapi setelah mereka dimandikan, dikafani dan disholati.
وَالثَّانِيْ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِهِ (فَإِنْ قَتَلُوْا وَآخَذُوْا الْمَالَ) أَيْ نِصَابَ السَّرِقَةِ فَأَكْثَرَ (قُتِلُوْا وَصُلِبُوْا) عَلَى خَشَبَةٍ وَنَحْوِهَا لَكِنْ بَعْدَ غَسْلِهِمْ وَتَكْفِيْنِهِمْ وَالصَّلَاةِ عَلَيْهِمْ
Yang ketiga disebutkan di dalam perkataan mushannif, “jika mereka mengambil harta dan tidak sampai membunuh, maksudnya mengambil harta yang mencapai nishab sariqah atau lebih dari tempat penjagaan semestinya dan tidak ada unsur syubhat bagi mereka dalam harta tersebut, maka tangan dan kaki mereka dipotong selang seling

وَالثَّالِثُ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِهِ.  (وَإِنْ أَخَذُوْا الْمَالَ وَلَمْ يَقْتُلُوْا) أَيْ نِصَابَ السَّرِقَةِ فَأَكْثَرَ مِنْ حِرْزِ مِثْلِهِ وَلَا شُبْهَةَ لَهُمْ فِيْهِ (تُقْطَعُ أَيْدِيْهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ)
Maksudnya, pertama tangan kanan dan kaki kiri mereka dipotong.

أَيْ تُقْطَعُ مِنْهُمْ أَوَّلاً الْيَدُّ الْيُمْنَى وَالرِّجْلُ الْيُسْرَى
Jika mengulangi lagi, maka tangan kiri dan kaki kanannya mereka dipotong.

فَإِنْ عَادُوْا فَيُسْرَاهُمْ وَيُمْنَاهُمْ يُقْطَعَانِ
Jika tangan kanan atau kaki kirinya tidak ada, maka dicukupkan dengan yang ada menurut pendapat al ashah.

فَإِنْ كَانَتِ الْيُمْنَى أَوِ الرِّجْلُ الْيُسْرَى مَفْقُوْدَةً اُكْتُفِيَ بَالْمَوْجُوْدِ فِيْ الْأَصَحِّ
Yang ke empat disebutkan di dalam perkataan mushannif, “jika mereka hanya menakut-nakuti orang-orang yang lewat di jalan tanpa mengambil harta dari mereka dan tidak membunuh siapapun, maka mereka dipenjara di selain daerah mereka dan dita’zir, maksudnya imam memenjarakan dan menta’zir mereka.

وَالرَّابِعُ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِهِ (فَإِنْ أَخَافُوْا) الْمَارِّيْنَ فِيْ (السَّبِيْلِ) أَيِ الطَّرِيْقِ (وَلَمْ يَأْخُذُوْا) مِنْهُمْ (مَالاً وَلَمْ يَقْتُلُوْا) نَفْسًا (حُبِسُوْا) فِيْ غَيْرِ مَوْضِعِهِمْ (وَعُزِّرُوْا) أَيْ حَبَسَهُمُ الْإِمَامُ وَعَزَّرَهُمْ.
Barang siapa dari mereka telah bertaubat sebelum terkangkap oleh imam, maka hukum-hukum had gugur dari dirinya, maksudnya hukuman-hukuman yang khusus dengan qathi’ ath thariq.

(وَمَنْ تَابَ مِنْهُمْ) أَيْ قُطَّاعِ الطَّرِيْقِ (قَبْلَ الْقُدْرَةِ) مِنَ الْإِمَامِ (عَلَيْهِ سَقَطَتْ عَنْهُ الْحُدُوْدُ) أَيِ الْعُقُوْبَاتُ الْمُخْتَصَّةُ بِقَاطِعِ الطَّرِيْقِ
Hukuman tersebut adalah kewajiban membunuh, mensalib, memotong tangan dan kakinya.

وَهِيَ تَحَتُّمُ قَتْلِهِ وَصَلْبِهِ وَقَطْعِ يَدِّهِ وَرِجْلِهِ
Dan tidak gugur had-had yang lain yang menjadi haknya Allah Ta’ala seperti zina dan mencuri setelah bertaubat.

وَلَا يَسْقُطُ بَاقِيْ الْحُدُوْدِ الَّتِيْ لِلَّهِ تَعَالَى كَزِنًا وَسَرِقَةٍ بَعْدَ التَّوْبَةِ
Dari perkataan mushannif, “hak-hak yang berhubungan dengan anak Adam seperti qishash, had qadzaf, dan mengembalikan harta, di ambil kembali,” dapat diambil pemahaman bahwa sesungguhnya semua bentuk hak-hak tersebut tidak bisa gugur dari qathi’ ath thari sebab ia telah bertaubat, dan hukum yang benar memang demikian.
وَفُهِمَ مِنْ قَوْلِهِ (وَاُخِذَ) بِضَمِّ أَوَّلِهِ (بِالْحُقُوْقِ) أَيِ الَّتِيْ تَتَعَلَّقُ بِالْآدَمِيِّيْنَ كَقِصَاصً وَحَدِّ قَذْفٍ وَرَدِّ مَالٍ أَنَّهُ لَا يَسْقُطُ شَيْئٌ مِنْهَا عَنْ قَاطِعِ الطَّرِيْقِ بِتَوْبَتِهِ وَهُوَ كَذَلِكَ.

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

Baca juga artikel kami lainnya :  Sifat Dasar Manusia

BAB PENCURIAN

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum memotong anggota badan pencuri.
(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ (قَطْعِ السَّرِقَةِ)
Sariqah secara bahasa adalah megambil harta dengan sembunyi-sembunyi.

وَهِيْ لُغَةً أَخْذُ الْمَالِ خُفْيَةً
Dan secara syara’ adalah mengambil harta dengan sembunyi-sembunyi secara dhalim dari hirzi mitsli-nya (tempat penyimpannya barang yang sesamanya).
وَشَرْعًا أَخْذُهُ خُفْيَةً ظُلْمًا مِنْ حِرْزِ مِثْلِهِ


Syarat Orang Yang Mencuri

Tangan si pencuri berhak dipotong dengan tiga syarat. Dalam sebagian redaksi, “dengan enam syarat.”

(وَتُقْطَعُ يَدُّ السَّارِقِ بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ بِسِتِّ شَرَائِطَ
Yaitu, si pencuri adalah orang yang sudah baligh, berakal, dan atas kemauan sendiri, baik dia orang islam atau orang kafir dzimmi.
(أَنْ يَكُوْنَ) السَّارِقُ (بَالِغًا عَاقِلًا) مُخْتَارًا مُسْلِمًا كَانَ أَوْ ذِمِّيًا
Sehingga tidak ada hukum potong tangan terhadap anak kecil, orang gila, dan orang yang dipaska.

فَلَا قَطْعَ عَلَى صَبِيٍّ وَمَجْنُوْنٍ وَمُكْرَهٍ
Tangan orang islam dan orang kafir dzimmi berhak dipotong sebab mencuri harta orang muslim atau orang kafir dzimmi.

وَيُقْطَعُ يَدُّ مُسْلِمٍ وَذِمَّيٍّ بِمَالِ مُسْلِمٍ وَذِمَّيٍ
Adapun orang kafir mu’ahad, maka tidak ada hukum potong tangan atas dirinya menurut pendapat al adhhar.
وَأَمَّا الْمُعَاهَدُ فَلَا قَطْعَ عَلَيْهِ فِيْ الْأَظْهَرِ
Apa yang telah disebutkan di depan adalah syarat orang yang mencuri.
وَمَا تَقَدَّمَ شَرْطٌ فِيْ السَّارِقِ

Syarat Barang Yang di Curi

Mushannif menyebutkan syarat hukum potong tangan ditinjau dari barang yang dicuri di dalam perkataan beliau,

وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ شَرْطَ الْقَطْعِ بِالنَّظَرِ لِلْمَسْرُوْقِ فِيْ قَوْلِهِ.
Pelaku mencuri barang yang telah mencapai nishab sariqah, yang harganya telah mencapai seperempat dinar, maksudnya dinar murni cetakan, atau mencuri barang campuran dengan emas yang mana kadar emas murninya telah mencapai seperempat dinar cetakan atau seharga dengan itu, dari tempat penyimpanan barang sesamanya.

(وَأَنْ يَسْرِقَ نِصَابًا قِيْمَتُهُ رُبُعُ دِيْنَارٍ) أَيْ خَالِصًا مَضْرُوْبًا أَوْ يَسْرِقَ قَدْرًا مَغْشُوْشًا يَبْلُغُ خَالِصُهُ رُبُعَ دِيْنَارٍ مَضْرُوْبًا أَوْ قِيْمَتَهُ (مِنْ حِرْزِ مِثْلِهِ)
Jika barang yang dicuri berada di area bebas (shahra’), masjid, atau jalan, maka di dalam penjagaannya disyaratkan selalu diperhatikan.

فَإِنْ كَانَ الْمَسْرُوْقُ بِصَحْرَاءَ أَوْ مَسْجِدٍ أَوْ شَارِعٍ اشْتُرِطَ فِيْ إِحْرَازِهِ دَوَامُ اللِّحَاظِ
Jika barang yang dicuri berada di dalam gedung seperti rumah, maka cukup pengawasaan yang biasa dilakukan pada barang sesamanya.

وَإِنْ كَانَ بِحِصْنٍ كَبَيْتٍ كَفَى لِحَاظٌ مُعْتَادٌ فِيْ مِثْلِهِ
Pakaian dan barang yang diletakkan seseorang di dekatnya di area bebas semisal, jika ia mengawasi dengan memandang pada barang tersebut waktu demi waktu, dan di sana tidak dalam keadaan berdesakan, maka barang tersebut dianggap berada di tempat penjagaan semestinya. Jika tidak demikian, maka belum terjaga di tempat yang semestinya.

وَثَوْبٌ وَمَتَاعٌ وَضَعَهُ شَخْصٌ بِقُرْبِهِ بِصَحْرَاءَ مَثَلًا إِنْ لَاحَظَهُ بِنَظَرِهِ لَهُ وَقْتًا فَوَقْتًا وَلَمْ يَكُنْ هُنَاكَ اِزْدِحَامُ طَارِقِيْنَ فَهُوَ مُحَرَّزٌ وَإِلاَّ فَلَا
Syarat orang yang mengawasi adalah ia mampu mencegah pencuri.

وَشَرْطُ الْمُلَاحِظِ قُدْرَتُهُ عَلَى مَنْعِ السَّارِقِ
Di antara syarat-syarat barang yang dicuri adalah sesuatu yang disebutkan oleh mushannif di dalam perkataan beliau,
وَمِنْ شُرُوْطِ الْمَسْرُوْقِ مَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ فِيْ قَوْلِهِ
Tidak ada hak milik dan tidak ada syubhat bagi si pencuri di dalam hartanya orang yang ia curi.

(لَا مِلْكَ لَهُ فِيْهِ وَلَا شُبْهَةَ) أَيْ لِلسَّارِقِ (فِيْ مَالِ الْمَسْرُوْقِ مِنْهُ)
Sehingga tidak ada hukum potong tangan sebab mencuri harta orang tua dan anak si pencuri. Dan tidak juga sebab seorang budak mencuri harta majikannya.
فَلَا قَطْعَ بِسَرِقَةِ مَالِ أَصْلٍ وَفَرْعٍ لِلسَّارِقِ وَلَا بِسَرِقَةِ رَقِيْقٍ مَالَ سَيِّدِهِ.

Proses Hukuman

Tangan kanan si pencuri di potong dari persendian pergelangan tangan setelah memisahkannya dengan tali yang ditarik dengan keras.

(وَتُقْطَعُ) مِنَ السَّارِقِ (يَدُّهُ الْيُمْنَى مِنْ مَفْصَلِ الْكُوْعِ) بَعْدَ خَلْعِهَا مِنْهُ بِحَبْلٍ يُجَرُّ بِعَنْفٍ
Tangan kanan dipotong pada pencurian pertama.
وَإِنَّمَا تُقْطَعُ الْيُمْنَى فِيْ السَّرِقَةِ الْأُوْلَى
Kemudian, jika pelaku mencuri yang kedua setelah tangan kanannya dipotong, maka kaki kirinya dipotong dengan besi yang tajam sekali tebas setelah memisahkannya dari persendian telapak kaki.
(فَإِنْ سَرِقَ ثَانِيًا) بَعْدَ قَطْعِ الْيُمْنَى (قُطِعَتْ رِجْلُهُ الْيُسْرَى) بِحَدِيْدَةٍ مَاضِيَّةٍ دَفْعَةً وَاحِدَةً بَعْدَ خَلْعِهَا مِنْ مَفْصَلِ الْقَدَمِ
Kemudian, jika ia mencuri untuk ketiga kalinya, maka tangan kirinya dipotong setelah memisahkannya dari persendian.

(فَإِنْ سَرِقَ ثَالِثًا قُطِعَتْ يَدُّهُ الْيُسْرَى) بَعْدَ خَلْعِهَا.
Kemudian jika ia mencuri untuk ke empat kalinya, maka kaki kanannya dipotong setelah memisahkannya dari persendian telapak kaki sebagaimana yang dilakukan pada kaki kirinya.

(فَإِنْ سَرِقَ رَابِعًا قُطِعَتْ رِجْلُهُ الْيُمْنَى) بَعْدَ خَلْعِهَا مِنْ مَفْصَلِ الْقَدَمِ كَمَا فُعِلَ بِالْيُسْرَى 
Tempat bekas potongan dimasukkan ke miyak zait atau minyak yang mendidih.

وَيُغْمَسُ مَحَلُّ الْقَطْعِ بِزِيْتٍ أَوْ دُهْنٍ مَغْلِيٍّ
Kemudian jika setelah itu, maksudnya setelah yang ke empat, ia mencuri lagi, maka ia berhak dita’zir. Ada yang mengatakan bahwa ia dihukum mati dengan cara pelan-pelan.

(فَإِنْ سَرِقَ بَعْدَ ذَلِكَ) أَيْ بَعْدَ الرَّابِعَةِ (عُزِّرَ وَقِيْلَ يُقْتَلُ صَبْرًا)
Hadits yang menjelaskan perintah membunuh pencuri pada pencurian yang kelima telah di-Nusakh.
وَحَدِيْثُ الْأَمْرِ بِقَتْلِهِ فِيْ الْمَرَّةِ الْخَامِسَةِ مَنْسُوْخٌ

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

Baca juga artikel kami lainnya :  Sifat Dasar Manusia