Tampilkan postingan dengan label Rasulullah SAW. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rasulullah SAW. Tampilkan semua postingan

Alasan Nabi Muhammad Diutus di Jazirah Arab

jazirah arab

Sungguh kebijaksanaan Allah telah menetapkan terbitnya matahari yang memusnahkan kegelapan, memenuhi dunia dengan cahaya dan hidayah, dari ufuq Jazirah Arab yang gelap gulita, dan sangat memerlukan cahaya yang memancar ini.

Allah telah memilih bangsa Arab, agar mereka menerima dakwah ini pertama kali, kemudian mereka menyampaikannya ke pelosok dunia yang terjauh. Sebab lembaran hati mereka suci, belum tertulis di atasnya tulisan-tulisan yang rinci dan dalam, yang sulit untuk dihapus dan dihilangkan. Tidak seperti bangsa Romawi dan bangsa India, yang tersesat dan sombong dengan ilmu pengetahuan dan tatanan etika mereka yang tinggi serta peradaban mereka yang bersinar, juga dengan falsafah-falsafah mereka yang luas. Sedemikian rupa sehingga pada mereka terdapat simpul-simpul ego dan pemikiran yang tidak mudah diuraikan.

Adapun bangsa Arab, pada lembaran-lembaran hati mereka hanya ada catatan sederhana, yang telah digoreskan oleh tangsan kebodohan dan kesahajaan. Sangat mudah untuk dihapus dan dicuci, serta digambari tempatnya dengan lukisan baru. Dalam istilah ilmu pengetahuan modern; mereka adalah orang-orang yang bodoh dan bersahaja, mudah diobat. Sementaram bangsa-bangsa yang beradab oada masa itu tertimpa kebodohan ganda yang sulit diobati dan dihilangkan.

Mereka sangat alami, memiliki keinginan yang kuat. Jika pemahaman terhadap kebenaran diselewengkan, niscaya mereka memeranginya. Jika mereka mengetahui secara langsung tentang sesuatu, maka mereka pun mencintainya dan memeluknya, bahkan rela mati dalam kesetiaannya.

Keegoan bangsa Arab ini digambarkan dengan amat baik oleh Suhail bin Amr, ketika ia mendengar tentang apa yang tertera dalam nota perdamaian (perjanjian) di Hudaibiyah, “Ini yang ditetapkan kepada Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.”, maka ia berkata, “Demi Allah! Seandainya kami mengetahui bahwa engkau adalah rasul Allah, niscaya kami tidak menahanmu di rumah, dan kami tidak akan memerangimu.”

Demikian pula dengan pernyataan Ikrimah bin Abu Jahal pada saat bertahan di medan peperangan Yarmuk dan dalam keadaan terdesak. “Aku dahulu telah memerangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam berbagai medan pertempuran, dan (aku sudah masuk Islam) mengapa aku harus lari dari kalian saat ini?” Kemudian ia berseru; menawarkan siapa yang akan bersumpah setia sampai mati. Lalu ada yang bersumpah setia. Kemudian ia terus berperang hingga jatuh terluka dan terbunuh dalam keadaan syahid.

Mereka adalah orang-orang yang sangat sederhana dan dermawan, keras, dan jujur. Mereka tidak akan menipu orang lain dan diri mereka sendiri. Mereka biasa berkata yang benar dan berkemauan keras. Dalil yang jelas menunjukkan hal tersebut adalah cerita tentang Bai’atul ‘Aqabah (sumpah setia di Aqabah) yang kedua, yang dilanjutkan dengan hijrah ke Madinah. Ibnu Ishak mengatakan : “Ketika suku Aus dan Khazraj di Aqabah untuk bersumpah setia (berbai’at) kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, berkatalah al-‘Abbas bin ‘Ubadah al-Khazraji, ‘Wahai sekalian kaum Khazraj! Apakah kalian menyadari untuk hal apa kalian bersumpah setia kepada laki-laki ini?, ‘Sesungguhnya kalian bersumpah setia kepadanya untuk memerangi manusia berkulit merah dan berkulit hitam. Jika menurut kalian, kalian menyerahkannya (bersumpah setia) ketika harta kalian berkurang karena musibah dan pemuka-pemuka kalian berkurang karena terbunuh, maka demi Allah, kalau kalian melakukannya, itu adalah kehinaan dunia akhirat. Dan, jika menurut kalian bahwa kalian setia kepadanya karena permintaan kalian kepadanya sekalipun harta berkurang dan para pemimpin terbunuh, maka lakukanlah. Karena hal itu adalah sesuatu yang paling baik di dunia dan akhirat. ‘Mereka berkata, ‘Kami melakukannya sekalipun harta kami berkurang dan pemuka-pemuka kami terbunuh. Lalu apa yang menjadi hak kami wahai Rasulullah, jika kami memenuhi janji kami?’ Rasulullah bersabda, ‘surga.’ Mereka berkata, ‘Ulurkanlah tangan anda.’ Lalu beliau merentangkan tangannya dan mereka pun bersumpah setia kepadanya.”

Sungguh mereka telah menepati janji mereka kepada Allah, mereka telah bersumpah setia kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Berkata Sa’ad bin ‘Ubaidah atas nama para sahabat pada waktu Perang Badar, “Demi zat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya engkau memerintahkan kami untuk menceburkan diri ke laut (menyeberanginya), niscaya kami lakukan. Seandainya engkau memerintahkan kami untuk menyerang musuh sampai ke Barkul Ghimad, niscaya kami lakukan”

Kebenaran itu telah muncul dalam keinginan yang kuat, dan kesungguhan itu telah muncul dalam pembuatan, serta telah tampak pula semangat melaksanakan kebenaran. Seperti ucapan ‘Uqbah bin Nafi’, seorang panglima perang Arab Muslim; ia telah menembus benteng Atlas dengan pasukan dan kudanya, kemudian ia berkata, “Ya Tuhanku, seandainya bukan karena laut ini, niscaya aku menghabiskan waktu di daratan sebagai mujahid di jalan-Mu.”

Adapun bangsa Yunani, Romawi, dan penduduk Iran, mereka telah terbiasa menjelajah tempat-tempat lain dan mengarungi zaman. Mereka tidak digerakkan oleh kegelapan tidak tertarik pada kebenaran, tidak dikuasai oleh pemikiran dan dakwah, serta tidak dikuasai oleh kekuasaan yang membuat mereka lupa diri dan bertindak sembarangan dengan kehidupan dan kenikmatan yang mereka miliki.

Bangsa Arab jauh dari penyakit peradaban dan kemewahan yang sulit disembuhkan, di mana penyakit itu berakibat tiadanya keberanian untuk memperjuangkan sebuah kebuah keyakinan dan risiko kehilangan (atau pengorbanan) dalam perjalanan demi memperoleh keyakinan itu. Mereka adalah orang-orang yang jujur dan amanah serta berani. Kemunafikan dan konspirasi jahat bukanlah watak mereka. Mereka adalah para penyerang yang gagah berani di medan pertempuran, para penunggang kuda yang lihai, orang-orang yang ulet dan sabar, orang-orang yang tidak mementingkan kemewahan dunia. Keahlian berkuda adalah bakat utama yang harus dimiliki oleh bangsa yang kuat melakukan pekerjaan mulia. Sebab, masa itu adalah masa peperangan dan penuh pertarungan, masa keperwiraan dan kepahlawanan.

Kekuatan bekerja dan berpikir, dan bakat-bakat alamai tersimpan pada bangsa Arab. Kekuatan dan bakat tersebut selamat dari kerusakan yang diakibatkan oleh filsafat-filsafat imajinatif, perdebatan-perdebatan Bizantium, aliran-aliran ilmu kalam yang rumit, juga konflik wilayah-wilayah politik. Bangsa Arab adalah bangsa-bangsa yang masih muda, penuh semangat dan keinginan yang kuat dalam menjalani kehidupan.

Mereka adalah bangsa yang tumbuh atas dasar keinginan kuat terhadap kebebasan dan persamaan. Mereka adalah bangsa yang cinta damai, sederhana, tidak mau tunduk kepada pemerintahan asing, tidak menerima perbudakan, dan penghambaan oleh manusia lainnya. Mereka belum ternodai oleh kesombongan Kerajaan Iran atau Kerajaan Romawi, belum ternodai oleh penghinaan terhadap manusia dan kemanusiaan sebagaimana yang berlaku di kedua kerajaan tersebut.

Secara geografis, letak Jazirah Arab layak menjadi pusat dakwah di seluruh dunia dan kepada seluruh umat manusia. Di samping sebagai bagian dari Benua Asia yang terletak berdekatan dengan benudia Afrika dan tidak jauh dari Benua Eropa, yang semuanya merupakan pusat kebudayaan, intelektual, agama-agama, pemerintahan yang kuat dan luas.

Jazirah Arab juga dilewati oleh kafilah-kafilah dagang yang menghubungkan berbagai negeri. Terkadang, kafilah-kafilah tersebut juga menghubungkan antara bukit-bukit kecil yang terasing; mereka membawa barang yang berguna produk dari suatu negeri, ke negeri yang memerlukannya.

Jazirah Arab juga terletak di antara dua kekuatan yang bersaing, yakni kekuatan Kristen dan Majusi, kekuatan Barat dan Timur. Namun demikian, Jazirah Arab tetap menyimpan kebebasan dan kepribadiannya. Ia tidak tunduk kepada salah satu daulat (kekuasaan) kecuali hanya pada sebagian daerahnya, dan pada sebagian kecil suku-sukunya. Dengan demikian, Jazirah Arab berada dalam posisi yang sangat baik untuk menjadi pusat dakwah kemanusiaan secara universal, berdiri di atas jalan internasional, berbicara dari tempat yang tinggi, jauh dari pengaruh politik dan pengaruh asing.

Karena semua alasan di atas, Allah memilih Jazirah Arab dan Mekkah al-Mukarramah, sebagai tempat diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sebagai tempat diturunkannya wahyu, serta sebagai titik tolak perjalanan Islam di seluruh dunia. “Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Q.S. Al-An’aam : 124)

Dengan sejumlah anugerah inilah Allah memuliakan bangsa Arab. Allah Subhanahu Wa Ta’ala memuliakan bangsa Arab dengan keistimewaan yang dimiliki oleh Jazirah Arab, yang menjadi tempat penampakan hikmah Allah dengan memilihnya sebagai tempat diutusnya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sebagai tempat kelahiran agama Islam. Namun demikian, tidak kunjung ada tanda-tanda perubahan yang jelas di Jazirah Arab.

Orang-orang yang Hanifdan para pencari kebenaran sangat sedikit, jumlah mereka tidak lebih dari hitungan jari, tidak lebih dari sejumlah kecil kunang-kunang. Mereka terbang di malam hari yang dingin dan hujan, sangat gelap, tidak bisa memberikan petunjuk kepada orang yang tersesat jalan, serta tidak dapat menghangatkan rasa dingin.

Semoga bermanfaat.

Sumber : Pendidikan Agama Islam, Karya : Muhammad Luthfi Ubaidillah dan Fathur Rozak


Al-Quran Adalah Karangan dan Karya Muhammad?

Al-Quran

Banyak orang-orang kafir terutama orang Kristen yang menyebut Al-Quran adalah karya dan karangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Jawaban kami :

Hal pertama yang ingin saya jelaskan bahwa pernyataan tersebut merupakan bentuk kebencian mereka terhadap Al-Quran ataupun Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Selanjutnya kami ingin menjelaskan bahwasannya Al-Quran bukanlah karangan ataupun karya Muhammad melainkan wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (Q.S. Al-Baqarah : 23)

Allah Ta’ala menantang siapa saja yang menganggap bahwa Nabi Muhammad yang membuat-buat Al-Quran untuk membuat satu surat saja yang dapat menyamainya. Sampai sekarang belum ada satu orang pun yang dapat melakukan hal ini.

Kami juga ingin menjelaskan, apakah di abad ke 7 Masehi, di saat ilmu pengetahuan dan sains belum berkembang pesat, tetapi Al-Quran sudah menjelaskan tentang Teori Big Bang

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (Q.S. Al-Anbiyaa’ : 21)

Apakah Muhammad yang notabennya adalah seorang ummi yang tidak bisa menulis dan membaca mengetahui proses penciptaan manusia dari awal sampai akhir.

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S. Al-Mu’minuun : 12-14)

Apakah Muhammad yang lahir di abad ke 6 Masehi di kota yang saat itu masih berupa gurun pasir yang luas dan belum ditemukannya teleskop dapat menjelaskan tentang peredaran benda-benda langit di tata surya.

Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (Q.S. Al-Anbiyaa’ : 33)

Apakah Muhammad yang saat itu belum ada kapal selam ataupun teknologi di dalam air dapat menjelaskan tentang batas pemisah antara air laut dan air sungai

Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. (Q.S. Al-Furqaan : 53)

Maka dari itulah saudara-saudaraku, tidak mungkin dan sangat tidak mungkin Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah mengarang dan menciptakan Al-Quran. Akan tetapi Al-Quran itu adalah wahyu dari Allah Ta’ala yang tidak ada keraguan padanya.

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah : 2)


Semoga bermanfaat.

Ciri-Ciri Jazirah Arab dan Penduduknya


Alam dan gurun mendominasi Jazirah Arab. Munculnya kekeringan lantaran faktor-faktor alam dan peristiwa-peristiwa geologi serta karena letak geografisnya. Hal ini menjadi sebab kekerdilan jiwa di Jazirah Arab, baik pada zaman dahulu maupun sekarang. Hal itu juga menjadi sebab tidak adanya pertumbuhan masyarakat menetap, pemerintahan-pemerintahan yang terpusat dan besar.

Keadaan tersebut juga menjadi sebab meratanya kehidupan nomaden dan mendominasi watak penduduknya, serta menjadi sebab menonjolnya semangat individu pada warga dan terjadinya peperangan antar suku.

Oleh karena itulah kehidupan menetap terbatas pada tempat-tempat yang mempunyai curah hujan, tempat-tempat yang mengeluarkan air dari mata air atau dari sumber air, serta tempat-tempat yang memungkinkan tanahnya dekat dengan kandungan air sehingga memungkinkan untuk menggali sumur-sumur di sana. Kehidupan di Jazirah Arab ditandai dengan anugerah air. Kafilah-kafilah dagang selalu menuju tempat-tempat yang ada airnya. Ke tempat-tempat itu pula orang-orang Arab biasanya berdatangan dari segala penjuru. Mereka tidak terikat dengan tanah sebagaimana hubungan antara tanaman dengan tanahnya. Jadi, mereka tidak menetap di suatu tempat kecuali jika mereka mendapatkan air dan rumput di sana. Jika airnya telah kering, dan rumputnya sedikit, maka mereka pun pergi meninggalkannya menuju tempat-tempat yang baru.



Oleh karena itu, maka kehidupan mereka bersifat keras, yang ditampilkan melalui masyarakat mereka dalam sebuah suku. Kabilah adalah pemerintahan dan negara dalam pandangan kaum nomaden. Kehidupan seperti itu tidak mengenal istirahat dan menetap. Hanya mengakui logika (bahasa) kekuatan. Sebuah kehidupan yang menciptakan kesulitan bagi para pelakunya. Juga, menimbulkan kesulitan bagi mereka yang tinggal berdekatan dengan mereka saat menetap. Mereka berada dalam persengketaan yang terus menerus di antara mereka. Kemudian mereka juga berada dalam sengketa dengan penduduk yang menetap.

Akan tetapi di sisi yang lain, orang Arab adalah orang yang tulus dan patuh pada tradisi-tradisi sukunya. Mereka adalah orang yang mulia; melaksanakan kewajiban jamuan (terhadap tamu dan sebagainya), persekutuan dalam peperangan, sebagaimana mereka juga menunaikan kewajiban persahabatan, tulus melakukannya, sesuai dengan yang digariskan oleh konvensi (adat kebiasaan). Hal ini telah diceritakan oleh syair-syair mereka, telah dijadikan sebagai hiasan yang indah dalam sastra mereka, dalam bentuk untaian hikmah dan perumpamaan, ungkapan keutamaan dan nilai-nilai luhur.

Orang-orang Arab mencintai persamaan, merindukan kebebasan. Laki-laki Arab adalah seorang yang sabar dan pemberani, jarang bersedih di masyarakatnya, melindungi, teguh pendirian dalam hidupnya, penuh percaya diri dengan apa yang telah ditentukan untuknya, sekalipun itu adalah sebuah kehidupan yang kasar dan sulit. Hal yang menonjol dalam kehidupan nomaden adalah lemahnya keimanan terhadap agama.

Orang juga Arab jarang mempercayai apapun selain tradisi-tradisi sukunya, dan apa yang diwarisinya dari nenek moyangnya. Simbol tertinggi dalam moral terpusat pada apa yang disebut sebagai muru’ah (harga diri), yang dinyanyikan dalam syair dan sastra mereka.

Semoga bermanfaat.


Sumber : Pendidikan Agama Islam, Karya : Muhammad Luthfi Ubaidillah dan Fathur Rozak

Jangan Malas Bersholawat Meskipun Dalam Tulisan

J
Di zaman modern ini, di saat ilmu pengetahuan dan teknologi perkembang begitu pesat, banyak orang-orang yang memilih cara-cara instan, yang penting cepat dan gak ribet. Terkadang itu diperlukan, tetapi terkadang juga lebih baik tidak dipakai. Sering saya jumpai di pesan handphone saya, di chat Blackberry ataupun di tulisan banyak orang yang suka menyingkat-nyingkat kata. Misalnya “aku td bru mkn siang”, mungkin kata-kata yang seperti itu dalam keseharian diperbolehkan. Tetapi yang amat disayangkan ketika seringkali orang menyingkat kata SAW sebagai bentuk sholawat kepada Nabi Muhammad. Niat dan maksud orang tersebut sangat baik dan kita juga mengetahui hal itu, bahwa maksud dari SAW itu adalah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Orang tersebut bermaksud bersholawat atas nabi, dan itu adalah suatu bentuk ibadah dan kebaikan, karena perintah bersholawat itu langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.S. Al-Ahzab : 56)

Tetapi, apakah karena malas dan capek untuk mengetik ataupun menuliskan Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyebabkan kita mempersingkatnya? Apakah itu tidak dinamakan pelit?

Wahai saudara-saudaraku, apalah salahnya kita mengucapkan sholawat secara sempurna, ketahuilah bahwa SAW dalam bahasa Inggris salah satunya itu bermakna gergaji. Apakah kita tidak malu dan merasa berbuat salah, ketika seharusnya ucapan sholawat itu tadinya bisa menjadi ladang kebaikan dan pahala bagi kita, karena selama tulisan itu dibaca orang maka kita akan tetap mendapatkan pahalanya. Jikalau kita menyingkatnya menjadi SAW, itu namanya pelit saudaraku. Apakah hanya bersholawat saja kita pelit? Na’udzubillaah

Tunjukkanlah cintamu kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tunjukkan bahwasannya kita sangat menyukai dan sangat gemar bersholawat kepada beliau, tunjukkan kepada semua orang bahwasannya dengan bersholawat kita dapat berbagi keberkahan dan kebaikan.

Ketahuilah “orang-orang yang pelit itu adalah ketika nama Nabi Muhammad diucapkan ataupun mendengarnya dia tidak mau bersholawat kepada beliau”.

Maka dari itu, marilah kita menulis sholawat kepada Nabi Muhammad dengan benar, yaitu
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam”
Jangan pikirkan capek ataupun malasnya, pikirkanlah bahwasannya dengan bersholawat itu adalah bukti nyata dari cintamu kepada kekasih Allah Subhanahu Wa Ta’ala


Semoga bermanfaat. Semoga kita semakin rajin dan menggemari bersholawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.