Pemulung berkurban saat Idul Adha "Subhanallah"


Bagi yang tidak tahu maupun yang sudah lupa tentang berita ini, mari kita mengupasnya kembali bersama Jejak Sang Cucu :

Suasana haru menyelimuti Masjid Raya Al Ittihad, Tebet Barat, Jakarta Selatan sebelum Salat Idul Adha. Mereka berdecak kagum saat pengurus masjid mengumumkan dua orang pemulung ikut berkurban di masjid megah itu.

Buat orang mampu berkurban adalah kewajiban. Bagi seorang pemulung dengan penghasilan kurang dari Rp 25 ribu per hari, berkurban adalah sebuah ketulusan dan pengorbanan luar biasa.

Mak Yati (55) yang tinggal di tumpukan sampah kawasan Tebet, menabung dengan susah payah untuk berkurban. Wanita yang berprofesi sebagai pemulung ini mengaku sempat ditertawakan saat bercerita seputar niatnya untuk berkurban.

Tapi Yati bergeming. Dia tetap meneruskan niatnya untuk membeli hewan kurban. Akhirnya setelah menabung tiga tahun, Yati bisa berkurban tahun ini.

"Pada bilang apa tidak sayang, mending uangnya untuk yang lain. Tapi saya pikir sekali seumur hidup masa tidak pernah kurban. Malu cuma nunggu daging kurban," beber Yati.

Yati dan suaminya Maman (35) sama-sama berprofesi sebagai pemulung. Pendapatan mereka jika digabung cuma Rp 25 ribu per hari. tapi akhirnya mereka bisa membeli dua ekor kambing. Masing-masing berharga Rp 1 juta dan Rp 2 juta.

Tuhan tidak pernah berbohong. Akan ada balasan ribuan kali lipat bagi mereka yang mengikhlaskan hartanya di jalan Allah.

Semenjak berita Mak Yati dimuat di media-media cetak maupun sosial, Mak Yati mendadak terkenal. Dia didatangi puluhan dermawan. Ada yang memberikan uang, bahkan ada yang berniat membiayai Mak Yati dan Maman naik haji.

Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri pun datang ke gubuk Mak Yati. Dia memberi uang untuk pemulung berhati mulia ini. Mak Yati menangis. Tak menyangka kedatangan seorang pejabat negara.

"Saya kaget, kedatangan menteri. Baru kali ini gembel kedatangan tamu besar," kata Yati di sela-sela tangisnya.

Mensos memberikan sebuah rumah untuk Yati di Pasuruan, Jawa Timur. Di situlah kampung halaman Yati. Yati pun berniat berhenti memulung sampah, dia ingin bertani di kampung.

Tuhan memang tidak pernah berdusta pada hambanya yang beriman dan ikhlas dalam beramal, semoga kita dapat beramal seperti beliau.

*sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-nenek-pemulung-berbagi-dengan-tulus.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar