Alkisah, sebuah kapal feri karam, dan hanya sepasang sahabat yang berhasil menyelamatkan diri dengan melompat terlebih dahulu sebelum kapal sepenuhnya tenggelam bersama awak dan penumpang lainnya. Kedua orang itu kemudian bertahan selama berhari-hari mengapung di air, hingga akhirnya terdampar di sebuah pulau asing tak berpenghuni.
Setelah menunggu beberapa waktu, tidak ada satu pertolongan pun yang kunjung datang. Kedua orang itu pun merasa bosan, satu di antaranya mengusulkan sesuatu untuk mengusir kebosanannya sambil menunggu datangnya pertolongan.
“Bagaimana kalau kita berdoa? Kata orang, kalau sedang dalam masa tersulit, doa kita pasti terkabul,” ujar orang pertama, sebut saja namanya Justin.
“Oke, kalau gitu, agar lebih menarik, bagaimana kalau kita bagi pulau ini menjadi dua dan tinggal berseberangan? Tidak ada yang boleh melewati batas ataupun mengambil apa pun yang ada di wilayah lawan?” tantang orang kedua, sebut saja namanya Joe. Akhirnya kedua sahabat tersebut pun membuat garis batas dan tinggal terpisah. Mereka pun saling berdoa.
Sebagai doa pertama, Joe memohon agar ia dapat diberikan makanan. Selesai berdoa, ia pun bertanya kepada Justin, “Apa yang kamu mohon?” namun, Justin enggan menjawab.
Esok harinya, Joe melihat sebuah pohon penuh dengan buah-buahan tumbuh di sisi pantai tepat di depan matanya, selain itu, ikan-ikan kecil juga banyak terdampar di pantai bagiannya. Anehnya, tidak ada satupun pohon atau ikan yang ada di pantai wilayah Justin.
Doa kedua, Joe berpikir andaikan pulau tersebut adalah tempat peristirahatan terakhirnya, maka ia ingin setidaknya menikah sebelum meninggal. Ia pun memohon agar diberikan seorang istri. Esokan harinya, ada seorang wanita yang ternyata juga penumpang yang selamat ketika kapal tersebut tenggelam, dan terdampar di sisi pulau wilayah Joe. Mereka pun menikah. Joe bertanya kepada Justin, “Sebenarnya, apa sih yang kamu mohon?” namun, Justin hanya tersenyum tidak menjawab.
Semakin lama melihat sang istri menderita karena tinggal di sebuah pulau, Joe pun merasa saatnya ia kembali ke rumah dan membina keluarga bahagia bersama sang istri. Maka ia memutuskan untuk melakukan doa ketiga, sekaligus yang terakhir. Joe memohon agar diberikan sebuah kapal, lengkap dengan segala kebutuhan lainnya agar ia bisa pulang bersama istrinya. Esok harinya, doanya pun terkabul. Sebuah kapal terlantar tanpa awak terhambat di sisi pantai wilayahnya. Ia pun bergegas menyuruh sang istri untuk berkemas.
Sebelum menaiki kapal, ia melirik ke arah Justin. Ia melihat Justin begitu lemah, kurus, dan seperti tidak terurus. Sesaat ia melihat Justin seperti orang yang sebentar lagi akan menemui ajalnya. Joe memutuskan untuk meninggalkan Justin, dan bergegas naik ke kapal.
Sebelum kapal berangkat, tiba-tiba sebuah suara menggema dari atas langit, “Hei, anak muda! Mengapa kau tinggalkan sahabatmu itu?” Joe pun menjawab, “Ini sudah perjanjian! Selama di pulau ini, hanya doa-ku yang terkabul. Ini bukti bahwa Tuhan masih menginginkan aku hidup. Sedangkan dia? Satu doa pun tidak terkabul, Tuhan saja malas mengurusnya, untuk apa aku mempedulikan orang yang sebentar lagi akan mati?”
“Kau salah! Tahukah engkau mengapa hanya doamu yang dikabulkan?” Tanya suara tersebut membahana.
“Sudah jelas karena Tuhan menyayangi aku dan melihat aku yang lebih pantas untuk ditolong,” ujar Joe lantang.
“Justru, kau harus berterimakasih, bahkan uang sebesar apapun tidak akan bisa membayar hutangmu kepada sahabatmu! Satu-satunya yang terus ia panjatkan setiap kali adalah agar kau tetap sehat dan semua doamu terkabul!”